Kamis, 20 Januari 2011

PERHATIAN KITA AKAN LABEL HALAL

Seorang muslim sudah tentu dapat membedakan antara makanan halal dan makanan haram karena telah datang petunjuk dari Allah melalui kitabNya juga dari lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Contoh di dalam Al-Qur`an semisal khomr, daging babi, binatang yang disembelih tidak dengan menyebut nama Allah.  Adapun yang telah disebutkan dalam hadits, misalnya dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan." [Hadits Riwayat Muslim].      


Namun, saat ini zaman telah berubah. Berbagai macam jenis makanan dan minuman pun telah bermunculan. Mulai dari sirup, susu, kopi hingga minuman bersoda. Dari makanan kecil, biskuit, roti hingga makanan kaleng. Akan tetapi, dari berbagai makanan tersebut lebih banyak yang masih bersifat syubhat daripada yang jelas kehalalannya maupun keharamannya. Yang menjadi masalah adalah kandungan bahan makanan dan minuman tersebut yang terkadang bercampur dengan sesuatu yang tidak halal. Misalnya makanan-makanan yang mengandung keju, gelatin, dan pengembang makanan.     

Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan, banyak sekali orang-orang  muslim yang kurang peduli dalam hal ini. Bisa jadi, makanan atau minuman yang diutamakan adalah tergantung kepopuleran merk dan mutu produk saja.      

Maka dari itu, alangkah baiknya apabila kita akan membeli makanan atau minuman yang kita lakukan pertama kali adalah memperhatikan apakah pada kemasannya dicantumkan label halal resmi dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia ataukah tidak. Ini untuk memastikan kelayakan produk dan status kehalalannya.     

Menurut Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, harus diakui kepatuhan pengusaha soal pelabelan ini masih harus terus didorong. Data dari pemerintah, jelas dia, sebanyak 54 persen label halal tak memenuhi ketentuan. "Produk itu tak memiliki sertifikat halal dari LPPOM MUI," katanya di Jakarta, Senin (10/1/11) lalu.  

Apa saja yang harus dicermati saat pembeli produk dalam kemasan selain labelnya? Berikut sarannya:  

Lihat kemasannya     
Biasanya, produk industri menengah dan besar dari dalam negeri pada kemasannya tercantum kode MD. Ini merupakan nomor pendaftaran produk bersangkutan di Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pencantuman MD pada kemasan dilakukan setelah produk lolos pemeriksaan keamanan, mutu, dan persyaratan lainnya, seperti hal-hal yang boleh dicantumkan pada kemasan. Untuk produk impor, nomor pendaftaran dicantumkan dengan ML, sedangkan produk industri kecil nomor pendaftarannya adalah SP.      
Nomor SP diberikan setelah produsen kecil mengikuti penyuluhan Kementerian Kesehatan dan produsen memperoleh sertifikat penyuluhan. Anton Apriyantono dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor (IPB), mengatakan, jika telah tercantum nomor MD, sebaiknya lihat pula apakah ada label halalnya. Bila sudah tertera dalam kemasan, produk itu telah terjamin kehalalannya.   

Untuk produk impor: label halal dan nomor pendaftaran Biasanya dengan kode ML yang diikuti serangkaian nomor, jelas dia, cermati pula soal label halal. "Jika tidak ada, lebih baik kita hindari," katanya menegaskan.   

Jangan asal logo halal 
Perlu kehati-hatian terhadap produk yang berlabel halal, tetapi diproduksi di negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim. Tanyakan keabsahan label halalnya kepada LPPOM MUI.  Waspadai produk dari industri kecil  Produk dari industri kecil dengan nomor pendaftaran SP biasanya masih harus lebih diteliti lebih lanjut. Sebab, tak jarang tercantum label halal dalam kemasan produk walaupun produsen belum mendapatkan sertifikat halal dari LPPOM MUI.       

Jadi, mulai sekarang marilah kita periksa makanan dan minuman kita, baik yang kita simpan maupun yang biasa kita membelinya. Jika belum terdapat sertifikat halal resmi dari LPPOM MUI, alangkah baiknya  jika kita tidak mengulangi untuk membelinya, demi menjaga diri dari sesuatu yang sifatnya masih syubhat.  

Dari An-Nu‘man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma berkata:  Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada perkara-perkara samar (syubhat/tidak jelas halal haramnya) yang kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. Maka siapa yang berhati-hati dari perkara samar (syubhat) ini berarti ia telah menjaga agamanya dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh dalam perkara syubhat berarti ia jatuh dalam keharaman, seperti seorang penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya di sekitar daerah larangan, hampir-hampir ia melanggar daerah larangan tersebut. Ketahuilah, setiap raja itu memiliki daerah larangan. Ketahuilah, daerah larangan Allah adalah perkara-perkara yang Allah haramkan. Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal darah. Apabila baik segumpal darah itu maka baik pula seluruh jasad. Sebaliknya apabila rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah segumpal darah itu adalah hati. (Hadits riwayat Bukhari no. 52, 2051 dan Muslim 1599) 
Wallohu a’lam bishshowab.

Maroji' : www.republika.co.id 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar